Titik Temu

Setiap pagi aku selalu melihat anak itu berjalan kaki menuju sekolahnya. Dengan seragam yang lusuh dan sepatu yang bolong – bolong itulah yang membawa langkahnya untuk menuntut ilmu. Anak itu yang kukenal dengan nama Subandi atau yang akrab dipanggil Andi. Dengan usianya yang baru 11 tahun Andi harus mengalami lika – liku kehidupa  yang keras. Kehidupan Andi sebelumnya memang sangat jauh dari keadaannya saat ini, dulunya Andi adalah seorang anak dari salah satu pengusaha meubel yang cukup sukses di kota ini, namun 2 tahun lalu bersamaan dengan krisis moneter yang menimpa Indonesia banyak pengusaha – pengusaha kecil hingga besar yang gulung tikar, hal itu juga yang menimpa keluarga Andi. Sejak saat itu Andi dan keluarganya pindah ke desa ini, desa yang mungkin tidak mereka harapkan sebelumnya. Andi dulunya merupakan siswa Boarding School dengan nilai akademis yang bagus, namun semenjak kematian ayahnya 6 bulan yang lalu semangat Andi untuk sekolah menjadi semakin ciut. Andi merasa kehidupannya saat ini sangat sulit, ia dan ibunya yang saat ini sedang mengandung harus tinggal disebuah kontrakan kecil yang atapnya banyak bolong disana – sini, terkadang saat musim hujan andi dan ibunya akan terlihat sangat kerepotan karena harus memindahkan tempat tidurnya agar tidak terkena air hujan yang menetes melalui atap rumah yang bocor. Sebenarnya Ibu Andi bukannya sama sekali tidak mampu untuk membenahi atap tersebut, namun uang tinggalan suaminya tidak banyak apalagi usia kandungannya yang telah menginjak 9bulan membuatnya harus mempersiapkan segala sesuatunya demi kelancaran persalinan anak keduanya nanti, belum lagi tunggakan SPP Andi yang belum dibayar selama 2 bulan.
Selepas bel tanda usai sekolah. Andi akan segera bergegas pulang kerumah kontrakannya yang kecil, ia khawatir ibunya akan membutuhkan bantuannya dirumah. Setelah pindah ke desa ini Ibu Andi memang menawarkan cuci-gosok pakaian ketetangganya, waktu itu ia hanya berfikir mencari tambahan bagi penghasilan suaminya, hingga suaminya berpulang Ibu Andi tidak punya pilihan lain untuk menyambung hidup selain dengan mengerjakan pekerjaannya itu. Untungnya setelah kematian Ayah Andi banyak tetangga yang merasa iba kepada keluarga ini dan mempercayakan pekerjaan cuci-gosok pakaian mereka pada Ibu Andi. Meskipun dulunya Ibu Andi berasal dari keluarga yang berada Ibu Andi tidak merasa malu untuk mengerjakan semua pekerjaannya, Ia sadar betul bahwa tidak mungkin pulang kerumah orangtuanya yang dulu sangat menentang pernikahannya dengan Ayah Andi. Namun saat ini pada siapa Ibu Andi harus bergantung ? pernah suatu hari Ibu Andi mencoba menghubungi ayah dan ibunya namun tidak juga mereka hiraukan, akhirnya Ibu Andi pasrah dan memilih untuk menghilang dari kedua orangtuanya.
Sesampainya dirumah Andi tidak menemukan ibunya dirumah. Andi hanya berfikir bahwa ibunya mungkin sedang mengambil cucian kotor dirumah tetangganya, memang akhir – akhir ini sangat sedikit orang yang meminta Ibu Andi untuk mengerjakan cuci-gosok pakaian mereka. Musim paceklik seperti saat ini memang menyulitkan semua orang, tidak hanya bagi masyarakat kalangan bawah, namun juga banyak pegawai negeri sipil (PNS) yang mulai menumpuk hutang sana – sini demi menutupi kebutuhan hidup, apalagi disaat harga bahan pokok naik semua orang semakin merasa tercekik. Hingga sore menjelang Ibu Andi tidak pula menunjukkan tanda – tanda kehadirannya, Andi mulai merasa resah karena tidak seperti biasanya Ibu Andi pergi selama ini tanpa memberitahukannya kepada Andi. Andi semakin gelisah dan gusar melihat jam dinding usangnya telah menunjukkan pukul 6 petang, Andi memutuskan untuk mencari ibunya kerumah tetangganya. Setiap orang yang ditanyanya tidak juga memberikan jawaban yang melegakan, sambil berjalan terseok – seok dan menahan air mata Andi bertemu dengan wanita setengah baya (WSB) yang belum pernah ia kenal, wanita itu berjalan mendekati Andi dengan wajah bertanya – tanya ?.
WBS : “Apa benar kamu Subandi anaknya Rumi ?”
Andi : “Iya bu, Ibu siapa ?” dengan suara parau Andi mencoba menenangkan dirinya, dalam benaknya ia berharap wanita itu mengetahui tentang keberadaan ibunya.
WBS : “Saya Siti Maimunah, saya kakak dari ibumu. Andi kamu yang sabar ya !”. Sambil memeluk Andi wanita itu menangis dan mengusap kepala Andi.
Andi  : “Jadi ibu adalah bibi saya ? lalu apakah bibi tahu dimana ibu saya berada ? apakah bibi tahu ?” sambil masih sesenggukan Andi mencoba menahan agar air matanya tidak jatuh.
WBS : “Ibu kamu… Ibu kamu telah meninggal”
Bagai tersambar petir Andi terdiam kaku. Andi tidak tahu apa yang harus dilakukan, bahkan untuk menangisi kepergian ibunya Andi merasa tidak cukup memiliki kekuatan. Tiba – tiba dunia ini menjadi gelap, mata Andi mulai berkunang – kunang dan memberat, Jatuhlah Andi dipelukan wanita itu. Andi pingsan.
Sore itu Ibu Andi memang bertujuan untuk mengambil cucian di rumah tetangganya, kemudian ditengah jalan pulang ia bertemu dengan Siti, Kakak perempuannya. Ia mencoba memanggil Siti, namun karena Siti berada dalam mobil Siti tidak melihat ada adik perempuannya memanggil sambil mengejar dari seberang jalan. Dari arah berlawanan dating sebuah truk dengan kecepatan sangat tinggi mementalkan tubuh Ibu Andi hingga sejauh 10 meter. Siti yang saat itu mendengar benturan sangat keras menoleh dan menemukan tubuh adiknya telah berlumuran darah, seketika Siti berteriak dan berlari menuju tubuh adiknya, ditangisinya tubuh adiknya yang telah tak bernyawa itu, dipanggilnya supir Siti untuk mengangkat tubuh adiknya kedalam mobil untuk segera ia bawa ke rumah sakit.

Setelah Andi siuman perlahan – lahan ia mencoba membiasakan dirinya untuk menerima cahaya ruangan yang ada. Diseberang tempat tidurnya terdapat seorang wanita yang kemarin ia temuinya………(bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kurelakan dirimu

Cerpen Sad Ending : Remember When.